Mengikuti rangkaian blog Local Heroes sebelumnya, kami ingin terus menyoroti sosok-sosok di balik kancah kuliner Indonesia, yang berperan penting dalam menyuburkan dunia gastronomi Indonesia. Untuk seri keenam dari Seri Pahlawan Lokal kami, kami memiliki Rangga Purbaya, salah satu pendiri Pondoh, perusahaan fermentasi salak dan minuman beralkohol di Yogyakarta.

Rangga Purbaya percaya bahwa industri kuliner tidak hanya tentang makan dan minum, tetapi juga merupakan representasi dari budaya dan perubahan. “Dari dunia kuliner, kita bisa menggali dan mendiskusikan konteks yang lebih luas seperti sejarah, politik, seni, dan dinamika sosial yang terjadi di masyarakat. Saya menjalani industri fermentasi dan penyulingan alkohol skala kecil, dan telah bekerja untuk bertahan hidup dalam situasi yang terus berubah, ”katanya.

Terinspirasi dari lingkungan sosialnya, ia ingin mendalami industri kuliner lewat permukaan dan apa yang umum. Rangga melihat ada berbagai cara dan perspektif untuk melihat lanskap industri kuliner kita. Keterlibatannya di industri kuliner merupakan respon terhadap kelangsungan hidup, dan upaya untuk berkontribusi pada orang-orang yang mencintai produknya.

Rangga pun menilai dunia kuliner Indonesia terlihat berkembang pesat. “Terutama berkat dukungan para pengambil kebijakan yang berupaya meningkatkan daya saing dan kualitas industri kuliner Indonesia, serta munculnya individu-individu yang mendorong dan mengupayakan kemandirian industri kuliner skala kecil di berbagai kota dan desa, ” ucap Rangga.

Industri kuliner saling terkait dengan industri lain, seperti budaya dan seni. “Saya bekerja sebagai seniman, fotografer dan peneliti independen, yang memberi saya banyak kesempatan untuk bertemu, berdiskusi, dan belajar berbagai hal tentang budaya kuliner di Indonesia. Membuka mata dan pikiran saya akan kekayaan dan keragaman kuliner nusantara,” kata Rangga. Dia percaya bahwa karyanya memungkinkan dia untuk menawarkan perspektif yang berbeda dan melihat isu-isu tertentu dalam industri kuliner yang biasanya tabu, misalnya alkohol. “Industri miras sering dipandang negatif pada sekelompok orang, namun sebenarnya dihormati dalam adat dan budaya masyarakat lain,” jelasnya.

Rangga menghadapi kesulitan ketika berhadapan dengan stigma masyarakat yang mempengaruhi pembuatan kebijakan dalam hal perizinan hukum dan dukungan dari pemerintah daerah. “Jadi, bisnis saya sulit berkembang,” lanjut Rangga.

Sebagai penutup, Rangga menjelaskan bagaimana kita bisa menumbuhkan kuliner Indonesia. Ia mengatakan, kemajuan industri kuliner Indonesia saat ini harus diikuti dengan semangat egaliter atau kesetaraan dalam melihat kekayaan dan keragaman masakan Indonesia.

Untuk pembaruan, daftar ke enews kami dan pantau terus Instagram, Facebook, dan . kami Twitter.